Selasa, 01/03/2011 17:31 WIB
Vera Farah Bararah - detikHealth
(Foto: thinkstock)Jakarta, Terkadang seorang ibu mengaku stres karena bayinya susah tidur malam. Pandangan ini ternyata keliru, sebenarnya bayi yang tidak bisa tidur karena tahu ibunya stres.
Jadi menurut peneliti, jangan di balik cara pandangnya. Bayi yang sulit tidur bukan penyebab ibunya stres, tapi si bayi tidak bisa tidur karena merasakan ibunya sedang stres.
Studi terbaru saat ini menunjukkan bahwa masalah emosi yang dialami oleh seorang ibu dan kebiasaan tidur bayi sangat berkaitan erat, bahkan pada orangtua yang sudah beberapa kali memiliki anak.
Sekitar dua per tiga ibu yang mengalami depresi setelah melahirkan (postpartum depresion) akan memiliki bayi dengan pola tidur yang tidak baik.
Ibu yang depresi atau stres ini akan mengganggu kemampuannya dalam memberikan kehangatan emosional yang diperlukan dalam perkembangan bayi dan membantunya tertidur.
Kondisi ini akan membuat bayi yang memiliki ibu depresi atau stres akan memiliki masalah kurang tidur dibanding dengan bayi yang ibunya tidak stres.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang sulit tidur ternyata disebabkan pengaruh dari faktor emosional ibunya seperti dikutip dari Health.MSN.com, Selasa (1/3/2011).
Studi yang dilakukan Roseanne Armitage dan rekan dari University of Michigan menemukan bahwa bayi yang ibunya memiliki riwayat stres atau depresi akan memiliki pola tidur yang tidak teratur. Si bayi jadi tidak bisa membedakan kapan waktunya tidur dan kapan waktunya bangun karena ibu yang stres tidak mampu memberikan kehangatan dan kenyamanan agar si bayi tidur.
Untuk itu menurut Harriet Hiscock, seorang dokter anak dari University of Melbourne, Australia ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar si kecil dapat tidur dengan baik yaitu:
Umumnya tingkat depresi yang dialami ibu akan jauh lebih rendah jika si kecil sudah berusia di atas 2 tahun. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Pediatrics.
(ver/ir)
Vera Farah Bararah - detikHealth
(Foto: thinkstock)
Jadi menurut peneliti, jangan di balik cara pandangnya. Bayi yang sulit tidur bukan penyebab ibunya stres, tapi si bayi tidak bisa tidur karena merasakan ibunya sedang stres.
Studi terbaru saat ini menunjukkan bahwa masalah emosi yang dialami oleh seorang ibu dan kebiasaan tidur bayi sangat berkaitan erat, bahkan pada orangtua yang sudah beberapa kali memiliki anak.
Sekitar dua per tiga ibu yang mengalami depresi setelah melahirkan (postpartum depresion) akan memiliki bayi dengan pola tidur yang tidak baik.
Ibu yang depresi atau stres ini akan mengganggu kemampuannya dalam memberikan kehangatan emosional yang diperlukan dalam perkembangan bayi dan membantunya tertidur.
Kondisi ini akan membuat bayi yang memiliki ibu depresi atau stres akan memiliki masalah kurang tidur dibanding dengan bayi yang ibunya tidak stres.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang sulit tidur ternyata disebabkan pengaruh dari faktor emosional ibunya seperti dikutip dari Health.MSN.com, Selasa (1/3/2011).
Studi yang dilakukan Roseanne Armitage dan rekan dari University of Michigan menemukan bahwa bayi yang ibunya memiliki riwayat stres atau depresi akan memiliki pola tidur yang tidak teratur. Si bayi jadi tidak bisa membedakan kapan waktunya tidur dan kapan waktunya bangun karena ibu yang stres tidak mampu memberikan kehangatan dan kenyamanan agar si bayi tidur.
Untuk itu menurut Harriet Hiscock, seorang dokter anak dari University of Melbourne, Australia ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar si kecil dapat tidur dengan baik yaitu:
- Biarkan bayi tertidur dengan gayanya sendiri
- Memiliki jam tidur yang konsisten mengenai kapan bayi harus tidur dan bangun
- Usahakan ibu memiliki suasana hati yang baik saat menggendong bayi, karena bayi bisa merasakan kecemasan atau ketakutan yang dialami si ibu
- Jika ibu sudah tenang, gendonglah bayi sehingga ia bisa merasakan detak jantung sang ibu dan memiliki kontak kulit langsung
- Ketika bayi menangis, tengoklah ia sejenak sampai ia merasa tenang kembali
Umumnya tingkat depresi yang dialami ibu akan jauh lebih rendah jika si kecil sudah berusia di atas 2 tahun. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Pediatrics.
(ver/ir)